SDN 1 Serut Lestarikan Reyog
Kendhang Asal Tulungagung
( LANGGENG BUDOYO )
Pawai Hari Jadi Tulungagung Tgl 14 Nopember 2012
SDN 1 Serut merupakan salah satu SDN di Kecamatan Boyolangu yang melestarikan kebudayaan asli Tulungagung yaitu Reyog Kendang dengan nama "LANGGENG BUDOYO". Dalam rangka memeriahkan hari jadi Tulungagung UPTD Kec.Boyolangu mengadakan pawai yang diikuti seluruh SD Sekecamatan Boyolangu. Pada event tersebut SDN 1 Serut Boyolangu menampilkan reyog kendang beserta arak-arakannya.
Reog Tulungagung " Langgeng Budoyo " SDN 1 Serut
Adapun nilai-nilai
yang terdapat di kesenian Reyog Kendhang asal daerah Tulungagung ini,
mencerminkan sifat kearifan lokal kesenian tradisional. Kesenian sendiri,
bersangkutan mengenai proses pembelajaran dari lingkungan untuk manusia. Dari
sebuah pengamatan sosial, pola prilaku kehidupan, maupun wacana yang sedang
hangat dibicarakan, bisa diproses melalui kesenian, sehingga dari kesenian
pulalah kita bisa mengambil sikap dalam menyikapi permasalahan.
Seperti
Reyog Kendhang asal daerah Tulungagung, menurut sekilas cerita, bahwasanya asal
usul Reyog Kendhang ini berasal dari penolakan lamaran yang dilakukan oleh
Putri Dewi Kilisuci terhadap seorang Raja Bugis. Memang leluhur kita, selalu
mengaitkan antara peristiwa dengan bentuk kesenian, salah satunya Reyog Kendhang
ini.
Menurut
cerita yang dituturkan oleh Bapak Endin, Beliau seorang penggerak kesenian dan
kebudayaan di Tulungagung, menceritakan dahulu kala ada Raja Bugis yang ingin
melamar putri Kediri, yaitu Dewi Kilisuci, akan tetapi yang disuruh melamar
adalah prajuritnya. Namun ketika diperjalanan dari Bugis ke Kediri, rombongan
mereka kesasar (salah arah) sesampainya di Madiun. Prajurit tersebut kesasar,
akhirnya melewati daerah Ponorogo-Trenggalek-Tulungagung.
Sesampainya
di Kota Kediri, setelah bertemu dengan Putri Dewi Kilisuci, prajurit tersebut
menyampaikan amanah dari Sang Raja, untuk melamar putri tersebut. Putri Dewi
Kilisuci, secara halus mengatakan bahwa menerima lamaran tersebut asalkan Raja
Bugis bisa mempersembahkan; (1). Mata ayam tukung sebesar terbang miring
digantung di gubuk penceng; (2). Seruling pohon padi sebesar batang kelapa;
(3). Dendeng tumo sak tetelan pulut (jadah); (4). Ati tengu sebesar guling;
(5). Madu lanceng enam bumbung; (6). Binggel emas bisa berbunyi sendiri.
Namun
persyaratan tersebut merupakan kiasan halus untuk menolak lamaran dari suruhan
Raja Bugis. Mendengar apa yang diminta oleh putri tersebut, akhirnya prajurit
merasa kebingungan, sebab sang raja sudah mengamanahi kalau belum berhasil
untuk melamar putri tersebut mereka tidak boleh kembali ke kerajaan. Akhirnya
para prajurit berinisiatif untuk menuju ke arah selatan, yaitu ke kawasan
daerah Tulungagung.
Akhirnya
di daerah Tulungagung para prajurit tersebut meminta tolong pada warga Dhadhap
Langu, untuk mengartikan kiasan yang disampaikan oleh Putri Dewi Kilisuci.
Dengan adanya bantuan dari warga Dhadhap Langu tersebut, kiasan syarat yang
dikatakan prajurit diartikan sekaligus dibuatkan dalam bentuk benda. Adapun
makna kiasan dari Putri Dewi Kilisuci tersebut, yaitu; (1). Mata ayam tukung
sebesar terbang miring digantung di gubuk penceng, mempunyai makna Gong kempul
yang digantung pada gayornya; (2). Seruling pohon padi sebesar batang kelapa,
mempunyai makna slompret; (3). Dendeng tumo sak tetelan pulut (jadah), yang mempunyai
arti kenong; (4). Ati tengu sebesar guling, yang mempunyai arti iker atau ikat;
(5). Madu lanceng enam bumbung, bisa diartikan Dhodhok atau Gemblug yang
berjumlahkan enam; (6). Binggel emas bisa berbunyi sendiri, yang diartikan
gongseng.
Itulah
makna kiasan persyaratan untuk melamar, yang disampaikan oleh Putri Dewi
Kilisuci kepada prajurit Raja Bugis. Setelah itu, para prajurit merasa senang
dan tenang jiwanya, karena apa yang menjadi ganjalan sudah bisa teratasi.
Uniknya ketika mereka, prajurit ingin membawa barang tersebut ke hadapan putri
Kediri terbentuklah suatu gerak seni, yang sekarang diaplikasikan pada Reyog
Kendhang.
Adapun
gerak seni yang tercipta secara alami, diantaranya; peralatan tadi sebelum
diserahkan kepada sang putri, sang prajurit berdoa memohon kepada Sang Pencipta
Alam, maka para prajurit memandang bawah dan ke atas lalu kekanan-kekiri. Maka
terciptanya gerak Sumi Langit (Sundangan). Para prajurit melalui semedi dengan
geduk tanah supaya diterima barang-barangnya maka terciptalah gerak Gejoh Bumi.
Para
prajurit setelah semedi mengantarkan persembahan (Bebono). Maka tercipta Gerak
Joget Menthokan (munduk-munduk). Setelah barang-barang diserahkan maka para
prajurit mundur/lengser, maka terciptalah Gerak Patetan. Setelah barang-barang
diteliti para prajurit melingkar menyaksikan, maka terciptakah Gerak Joget
Lilingan. Setelah dinyatakan cocok diterima barang-barang itu para prajurit
kaget terciptalah joget Mindak Kecik Noleh Kanan Noleh Kiri. Para prajurit
memuncak kegirangannya, maka tercipta Gerak Joget Andul (engklek). Setelah para
prajurit bersenang sang putri khidmat menciptakan sesosok tubuh melesat masuk
sumur, prajurit tahu. Semua melihat sumur maka tercipta Gerak Ngungak Sumur.
Setelah melihat sumur sangat dalam, maka tercipta joget Kejang Jinjit. Setelah
sang putri tidak muncul, hilang, para prajurit berbalik gembyang. Para prajurit
merasa tidak berhasil untuk melamarkan Raja Bugis, maka dengan tangan hampa
prajurit pulang, terciptalah Gerak Baris Lagi.
Itulah
sekilas mengenai Reyog Kendhang asal daerah Tulungagung, pada tahun 2009 telah
terdaftar di HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) Indonesia, di Jakarta. Perlu kita
menyadarinya, bahwasanya dengan peristiwa yang terjadi di lingkungan bisa
dijadikan sebagai bentuk kesenian lokal. Masih belum terlambat, untuk kesenian
maupun kebudayaan daerah yang lain untuk di hak patenkan, sebelum negara lain
mengambil kekayaan intelektual kita.
Hubungan
Kebudayaan dengan Pendidikan
Seni
tradisi yang ada disetiap daerah, memang mempunyai ciri tersendiri, antar
daerah pasti berbeda. Seperti halnya antara Reyog Kendhang Tulungagung dengan
Reyog Ponorogo, justru dari perbedaan ciri khas tersebut akan memunculkan
kekayaan khasanah kesenian. Kearifan seni yang terdapat di daerah, merupakan
wujud dari masyarakatnya berbudi luhur, mempunyai etika ramah dan tamah
terhadap orang lain.
Aksi
serta refleksi kesenian tradisional yang ada di Tulungagung, terutama Reyog
Kendhang, merupakan keseimbangan hidup manusia dengan lingkungan. Kesenian
Reyog Kendhang sendiri, menyimpan pendidikan nonformal secara tidak langsung
dalam bentuk seni gerak. Sehingga dengan berkesenian (Reyog Kendhang), kita
seakan-akan bisa mentransformen kearifan hidup, antara tradisi dan perkembangan
zaman seperti sekarang.
Hasil
mempelajari, bisa dikata penyeimbangan antara gerak dan pendidikan hidup bisa
berkesinambungan. Kehidupan berseni itu merupakan proses kearifan lokal bagi
sebuah masyarakat. Mungkin, terdapat perbedaan yang signifikan antara
masyarakat Tulungagung dan juga masyarakat Ponorogo, itu jelas. Kesenian, salah
satu kegiatan (proses) yang menitikberatkan terhadap pembangunan karakter
spiritualitas. Orang terdahulu (leluhur) selalu menggabungkan antara mental
spiritualitas dengan seni budaya yang ada di lingkungan (masyarakat).
Lingkungan
juga mempengaruhi didalam terbentuknya sebuah seni tradisi. Seperti halnya
Reyog Kendhang dan Reyog Ponorogo, namanya hampir mirip, tapi dalam bentuk seni
gerak maupun filosofinya tentu tidak sama. Meskipun sama-sama namanya reyog,
disetiap daerah akan berbeda. Bisa saja di waktu yang akan datang, muncul Reyog
Mojokertoan, Reyog Madiunan, Reyog Suroboyoan, dan reyog-reyog lainnya. Siapa
menyangka, nanti kearifan lokal disetiap daerah akan muncul dari tidur
nyenyaknya, dalam bentuk reyog maupun seni tradisi lain.
Reyog
dapat kita katakan merupakan bentuk tarian yang sengat sederhana, sebab si
penari (yang menari bersama-sama) masing-masing membawa instrumen sendiri yang
berupa gendang. Reyog yang terdapat di Jawa Timur, khusus hanya menari saja.
Reyog yang terdapat di Jawa Barat agak berbeda dengan di Jawa Timur. Reyog di
Jawa Barat tidak terus menerus menari saja, tetapi ada saat-saatnya berdialog
antara penari-penari itu sendiri. Tentang dasar tarian reyog dan instrumennya rupa-rupanya
sama saja, antara yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat.